- Back to Home »
- Lukis »
- Lukisan Wayang Beber
Wayang
Beber adalah seni wayang yang muncul dan berkembang di Jawa pada masa
pra Islam dan masih berkembang di daerah daerah tertentu di Pulau Jawa.
Dinamakan wayang beber karena berupa lembaran lembaran (beberan) yang
dibentuk menjadi tokoh tokoh dalam cerita wayang baik Mahabharata maupun
Ramayana.
Konon oleh para Wali di antaranya adalah Sunan Kalijaga wayang beber ini
dimodifikasi bentuk menjadi wayang kulit dengan bentuk bentuk yang
bersifat ornamentik yang dikenal sekarang, karena ajaran Islam
mengharamkan bentuk gambar makhluk hidup (manusia, hewan) maupun patung
serta diberi tokoh tokoh tambahan yang tidak ada pada wayang babon
(wayang dengan tokoh asli India) diantaranya adalah Semar dan
anak-anaknya serta Pusaka Hyang Kalimusada.
Wayang hasil modifikasi para wali inilah yang digunakan untuk
menyebarkan ajaran Islam dan yang kita kenal sekarang. Perlu diketahui
juga bahwa Wayang Beber pertama dan masih asli sampai sekarang masih
bisa dilihat. Wayang Beber yang asli ini bisa dilihat di Daerah Pacitan,
Donorojo, wayang ini dipegang oleh seseorang yang secara turun-temurun
dipercaya memeliharanya dan tidak akan dipegang oleh orang dari
keturunan yang berbeda karena mereka percaya bahwa itu sebuah amanat
luhur yang harus dipelihara.
wikipedia
***
Usia teater tutur ini sudah amat tua, sekurang-kurangnya sudah ada
sejak zaman Majapahit (menurut berita Cina tahun 1416). Sisa-sisanya
masih terdapat di Pacitan dan kemungkinan hampir punah karena seni ini
tidak dapat diajarkan kepada orang-orang lain kecuali keturunannya
saja, takut terhadap pelanggaran pantangan nenek moyangnya.
Wayang Beber hanya dipentaskan untuk upacara ruwatan atau nadar saja.
Wayang ini berbentuk lukisan di atas kertas, dengan roman seperti
wayang kulit purwa hanya kedua matanya nampak. Sikap wayang
bermacam-macam, ada yang duduk bersila, sedang berjalan, sedang
berperang dan sebagainya. Lukisan wayang beber berjumlah 6 gulung, dan
tiap gulung berisi 4 jagong atau adegan.
Dalang menggelar tiap gulungan tiap gulungan dengan cara membeberkannya di atas kotak gulungan.
Urutan pertunjukkan :
1. Dalang membakar kemenyan, kemudian membuka kotak dan mengambil tiap gulungan menurut kronologi cerita.
2. Dalang membeberkan gulungannya pertama dan seterusnya, dengan membelakangi penonton.
3. Dalang mulai menuturkan janturan (narasi).
4. Setelah janturan, mulailah suluk (Lagu penggambaran) yang amat berbeda dengan umumnya suluk wayang purwa
5. Setelah suluk, dimulailah pocapan berdasarkan gambar wayang yang
tengah dibeberkan. begitu seterusnya sampai seluruh gulungan habis
dibeberkan dan dikisahkan.
Seluruh pertunjukkan diiringi dengan seperangkat gamelan Slendro yang
terdiri dari rebab, kendang batangan, ketuk berlaras dua, kenong, gong
besar, gong susukan, kempul. Penabuhnya cukup 4 orang saja yakni sebagai
penggesek rebab, petigendang, penabuh ketuk kenong, dan penabuh kempul
serta gong. Patet yang digunakan hanya patet nem dan patet sanga.
Lama pementasan hanya sekitar satu setengah jam saja, dapat dilakukan siang hari ataupun malam hari.
Setiap pagelaran wayang beber harus ada sesaji yang terdiri dari
kembang boreh, ketan yang ditumbuk halus, tumpeng dan panggang ayam,
ayam hidup, jajan pasar (kue-kue) dan pembakaran kemenyan. Untuk upacara
ruatan atau bersih desa perlu ada tambahan sesaji berupa sebuah kuali
baru, kendi baru dan kain putih baru.
Sumber : .PERKEMBANGAN TEATER DAN DRAMA INDONESIA
Pengarang : Jakob Sumardjo
Penerbit : STSI PRESS Bandung, 1997
ISBN : 979-8967-08-9
***
TEMPO Interaktif, Pacitan – Dinas Kebudayan, Pariwisata, Pemuda, dan
Olah Raga (Disbudparpora) Kabupaten Pacitan akan mengembangkan seni
wayang beber kedalam berbagai media seni lainnya baik seni lukis, seni
tari, drama, dan sebagainya.
Kepala Dinas Kebudayan, Pariwisata, Pemuda, dan Olah Raga
(Disbudparpora) Kabupaten Pacitan, Mohmamad Fathoni, mengakui jika
pementasan wayang beber selama ini cenderung monoton dan kurang menarik.
“Pementasannya cenderung monoton dan membuat penontonnya bosan. Makanya
kami akan mengembangkannya untuk ditampilkan dalam seni lukis, seni
tari, drama, seni cetak sablon, dan media seni lainnya yang modern dan
kontemporer,” ungkapnya, Rabu (14/4).
Pementasan wayang beber memang tidak sekompleks seperti wayang kulit.
Sang dalang hanya menceritakan jalan cerita romantika tokoh Panji dan
Dewi Sekartaji yang digambarkan dalam beberapa lembar gambar dengan
diringi musik gamelan. “Mudah-mudahan jika dituangkan dalam media seni
lainnya akan semakin menarik sehingga bisa terus dilestarikan oleh
generasi muda,” kata Fatoni.
Apalagi, dalang untuk wayang ini tidak boleh sembarang dilakonkan
setiap orang. “Selama ini yang boleh jadi dalang hanya yang satu
keturunan dari dalang pertama,” katanya. Hingga kini dalang tua yang
berhak memainkan sudah mencapai generasi ke-13 yakni Ki Mardi Guno
Carito, yang sudah berumur lebih dari 70 tahun.
Namun untuk tetap melestarikannya, akhirnya dilantik dalang muda
meski diluar keturunan dalang pertama. Sang dalang muda, Rudi Prasetyo,
menyambut baik pelestarian yang digagas Dinas Kebudayan, Pariwisata,
Pemuda, dan Olah Raga (Disbudparpora) setempat.“Sebab wayang beber
merupakan salah satu kesenian asli Pacitan dan generasi muda memang
tidak terlalu tertarik. Semoga dengan dikembangkan ke media seni lainnya
akan tetap eksis dan lebih menarik,” jelas dalang yang masih berusia 26
tahun ini.